Jumat, 13 Desember 2019

Perjalanan Menemukan Telur Hijau | DAY 1

Alhamdulillah, kelas Bunda Cekatan yang dinanti-nantikan telah dimulai. Bersyukur bisa menjadi bagian dari kelas batch 1 ini dan belajar bersama para jejeran timnas yang menjadi idola di Kampus Ibu Profesional.
Kelas yang diselenggaran di FB ini lumayan membuat saya harus kembali membuka FB yang dulunya tidak menjadi medsos prioritas. Bersyukur media ini memudahkan saya sbg tipe pembelajar visual lebih mudah mencerna, apalagi kuliahnya langsung melalui video siaran langsung dari Ibu. Maasya Allah..
Insya Allah resume dari materi akan saya bagikan ke blog ini, mau ijin dulu ke Tim Institut, semoga bisa yaa..
Titik poin dalam dongeng perdana semalam adalah Ibu Berhak Bahagia. Maka selanjutnya kami diminta untuk melacak kekuatan diri dengan menemukan aktivitas apa saja yang membahagiakan dalam berbagai peran saat ini.
Awalnya saya berpikir "Aha! Sm spt salah satu tgs di kelas matrikulasi nih". Maka saya pun langsung memasukkan aktivitas-aktivitasku ke dalam kuadran. Tp semakin berpikir, saya kemudian semakin bertanya². Apakah benar hal² ini membuatku bahagia ? Apakah iya, isinya masih sama persis dgn dulu di kelas matrikulasi ?
Masih bahagiakah sy bermain bersama anak2 ? Masih bahagiakah sy membaca buku ? dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Saya harus jujur pada diri sendiri dan menemukan jawaban bahwa ternyata saya tidak sebahagia dulu saat bermain bersama anak-anak. Saya sibuk menjalani hari-hari dengan rutinitas sbg ibu rumah tangga dan melupakan betapa bahagianya saya dahulu. Energi saya terkuras, saya lelah, sehingga tidak totalitas dan bersungguh-sungguh dalam bermain, sesuatu yang saya senangi dahulu.
Saya bingung, apakah saya harus menantang diri untuk menemukan kebahagiaan dalam bermain ataukah saya bisa fokus diperan lain yang membuat saya bahagia ?
Kemudian saya melihat kembali catatan dari dongeng bersama Ibu Septi semalam dan menemukan kalimat ini :
“Untuk melacak kekuatan diri : Lakukanlah! Jika berbinar, maka itulah bahagia. Tuliskan! Cicipilah satu per satu lalu masukkan ke kuadran Bisa-Suka.” (Septi Peni)
Lalu saya memutuskan untuk menantang diri fokus dalam bermain bersama anak-anak. Menemukan jawaban, “apakah bermain masih membuatku berbinar ?”

***
Untuk menjawab rasa penasaran saya, saya langsung mencoba bermain bersama si sulung. Saya mulai dengan menentukan permainan yang mudah, dari yang bahannya tersedia di rumah. Saya tidak ingin memberatkan diri dengan permainan yang sempurna. Saya terus menekankan dalam hati salah satu kalimat ini :
“Gunakan yang ada, tanpa mengada-ada, apalagi menunggu semuanya ada.” (Bang Ichal)
Maka saya pun memilih berlomba menyortir balok mainan sesuai warnanya. Kenapa berlomba ? karena saya ingin melibatkan diri sepenuhnya. Bukan sebagai penonton ataupun pengajar, tapi sebagai pemain.
Selanjutnya saya simpan gadget dengan aman, hanya menggunakannya sebagai timer untuk penentu bahwa lomba telah selesai. Selebihnya, tidak saya gunakan sama sekali. Tidak ada foto-foto dan tidak ada upload-upload. Kegiatan ini cukup kami nikmati bersama dan akan jadi memori yang indah dalam ingatan bukan hanya sekedar foto atau kepentingan sosial media.
Lupakan kamar nantinya akan berantakan, pekerjaan rumah yang belum selesai, dan segala kekhawatiran lainnya. Berusaha untuk menikmati momen tanpa kecemasan hehe
Dan hasilnya ?
Alhamdulillah, ternyata binar itu masih ada. Saya masih menemukan kebahagiaan dalam bermain bersama anakku. Meskipun ngos-ngosan sih karena kurang olahraga dan harus lari-lari berlomba melewati rintangan hihi.
Insya Allah akan mulai menulis aktivitas-aktivitas dalam peran lainnya besok dan mencoba mempraktekkan sebisanya untuk menemukan jawaban atas binar dalam aktivitas tersebut.
Semoga Allah mudahkan untuk konsisten belajar dan mempraktekkan ilmu dari Ibu, berharap ilmu yang teramalkan akan memberi kebaikan buat Ibu sekeluarga dan Kampus Ibu Profesional.


Kamis, 12 Des 2019

Rati Rahmawati

Rabu, 23 Oktober 2019

Ghaza Membaik

Alhamdulillah..
Sejak kemarin Ghaza sudah mulai bicara dengan normal seperti biasa dengan sedikit terbata diawal kalimat, tetapi hanya sekitar 4-5 kali dalam sehari.
Sungguh Allah memberi kemudahan bersama kesulitan dan banyak hikmah yang sy petik dari ujian kali ini.

Senin kemarin, sy sudah bulat akan membawa Ghaza ke Terapi Wicara. Namun ditenangkan oleh suami dan diminta untuk berusaha lagi sambil melihat perkembangan Ghaza beberapa hari. Bagaimana tidak, malam sebelumnya Ghaza mulai terlihat frustasi dengan cara bicaranya yg terbata-bata itu. Biasanya dia akan menutup mulutnya saat mulai terbata, tapi malam itu dia mulai menarik-narik mulut bahkan sampai menghentak-hentakan kakinya ke lantai. Sy tidak mampu menahan tangis melihatnya saat itu. Segera berlari ke kamar mandi dan menumpahkan semua ketakutan-ketakutan beberapa minggu ini. Paginya keluar bersama suami dan anak-anak dan menunjukkan tempat terapi wicara ke suami. Dalam perjalanan pulang, kami memutuskan untuk tidak singgah mendaftar, suami berhasil menenangkan dan menguatkan saya.

Beberapa hal yang kami lakukan :
1. Tidak memberi Ghaza gadget dan TV. Tapi Ghaza masih menonton TV sesekali di ruang tamu bersama datonya, tidak lama krn Ghaza tdk tahan panas dan lebih nyaman di kamar.
2. Ghaza juga mulai ditenangkan abahnya. Beliau memang paling ahli dibagian ini. Ghaza diminta untuk mengucapkan "Bismillah" ketika lupa atau tdk bisa mengeluarkan apa yg dia pikirkan. Alhamdulillah cara ini berhasil menenangkan Ghaza dan tdk sampai menarik mulut/menghentakkan kakinya lagi.
3. Fokus menemani Ghaza, menjadikannya prioritas utama kami saat ini. Dengan begini, sy pun berhenti melakukan kegiatan-kegiatan sambilan dan meminimalisir penggunaan gadget di siang hari.
4. Banyak bercerita dengan Ghaza, termasuk sounding bahwa Ghaza sudah pintar berbicara sejak kecil jadi Ghaza pasti bisa berbicara seperti dulu lagi.
5. Sering membacakan buku buat Ghaza.
6. Yang paling penting adalah berdoa lalu kembalikan semuanya pada Allah.

Sy jadi ingat salah satu pesan Ibu Septi, bahwa ujian tidak akan jauh dari apa yang kita pelajari. Maka kita yang fokus pada pendidikan anak dan keluarga,biasanya ujiannya seputar anak, pasangan dan keluarga. Tidak ada jalan lain selain menerima ujian ini dan berusaha untuk lulus naik kelas.

Alhamdulillah..
Bagian dari cara Allah menegur kami sbg orang tua.
Sy banyak bermuhasabah tentang pola asuh, cara mendidik, dan menghadapi Ghaza Ghaziyah sekaligus.

Berharap ujian ini segera berakhir dengan nilai yang baik disisi Allah, dan kami dinyatakan lulus untuk kemudian diangkat derajat dgn berlimpah keberkahan yg dipanen di surga-Nya. Aamiin




Palu, 23 Oktober 2019

Rabu, 16 Oktober 2019

Ghaza, Teman Umma!



Sudah seminggu ini ghaza mulai membuka setiap kalimatnya dgn terbata². Entah penyebabnya apa..

Sy dan suami berusaha saling menenangkan dan menarik beberapa dugaan. Apa mungkin krn kosakatanya semakin banyak sehingga dia bingung untuk mengungkapkan semua yg ada di pikiran nya ?

Krn hal serupa pernah dialami sepupunya, dan alhamdulillah sekarang normal² saja.

Sy pun menduga, apa mungkin krn gadget dan TV yg terlalu sulit sy kontrol pasca gempa ?

Tinggal di rumah Mama untuk sementara waktu dengan sepupu-sepupu Ghaza, jauh dari support system (buku, mainan, alat bahan craft) di rumah mertua tempat tinggal sebelumnya. Gadget dari suami dan kelahiran anak kedua yg butuh perhatian ekstra. Akhirnya, jd "alasan" untuk tidak mendisiplinkan Ghaza soal ini T.T
Setelah kembali ke rumah mertua, sy sudah mulai mengontrol ghaza bermain gadget. Bahkan 2 bulan belakangan ini sama sekali tanpa gadget, dengan alasan gadget tertinggal di rumah neneknya. Tapi TV yg ada di kamar menjadi target selanjutnya. Meski dibatasi, tp semenjak Ghaza mulai terbata-bata bicara, sy mulai menyembunyikan remote TV dan tegas terhadap batas waktu menonton Tv bagi Ghaza.

Setelah mencari tau di google, suami juga menduga hal ini disebabkan dr sisi psikologisnya (pergolakan emosional). Sy pun berpikir apa Ghaza cemburu dengan adiknya ? Meski diluar ghaza baik² sj dgn adiknya tetapi di dalam hatinya ada kecemburuan yg besar ?

Ada banyak dugaan dan kekhawatiran sy beberapa minggu ini karena belum tahu pasti penyebabnya.

Hingga hari ini, ghaza menangis..
Sy tertidur saat menyusui adiknya, dan suami pun tdr. Ghaza sedang menonton sesuai batas waktu yg kami sepakati. Tiba² sy terbangun krn ghaza memanggil dgn suara terisak klo dia ingin pipis.

Sy pun menemaninya ke kamar mandi sementara dia sdh tdk lg terisak. Pelan² sy bertanya alasannya menangis. Dengan pelan dia bilang,"tidak ada temannya ghaza." kemudian tangisnya pecah.

Ya Allah anakku 😭

Apa ini penyebabnya ?

Sy akui, adiknya yg sdh lincah merangkak dan mulai belajar berdiri ini benar² menguras energi. Apalg pasca jatuh dr tempat tidur. Perhatian lebih fokus lg ke adiknya.

Di rumah sini mmg berbeda dgn di rumah nenek dimana ghaza selalu punya teman bermain. Di sini hanya kami.. Jd wajar jika ghaza mengeluh tdk punya teman.
Apalg selama ini perhatian sy sepenuhnya buat ghaza. Menemaninya bermain, belajar sampai menonton pun bersama.
Setelah ada adiknya perhatian terbagi.

Ghaza nak..

Maafkan Umma..

Umma hrs bgmn nak 😭




Palu, 13 Oktober 2019

Rabu, 19 Juni 2019

Pengingat I

Dalam keretakan yg kusadari.. ada hati yg basah dalam syukur dan ilmu yg memercik-mercik keluar perlahan..

Semakin dalam muhasabah, semakin larut diriku dalam tangis.. sy sadar, banyaknya kesalahan-kesalahan yg terjadi tanpa disengaja bahkan tanpa disadari krn lelahnya fisik akibat rutinitas harian, atau krn terlalu biasa dan sering terjadi.

Sy belajar bahwa senyaman-nyamannya sy, tetap harus mengontrol diri, membatasinya dr kebiasaan buruk atau inner child yg menghantui.

Semakin sy belajar kembali, semakin sadar bahwa sebenar apapun salahnya tetap di saya. Sesalah bagaimanapun, sebabnya pastilah dr sy..

Sy memohon ampun untuk kekhilafan ini dan bersyukur atas setiap celah yg Allah perlihatkan..

Perjalanan Menemukan Telur Hijau | DAY 1

Alhamdulillah, kelas Bunda Cekatan yang dinanti-nantikan telah dimulai. Bersyukur bisa menjadi bagian dari kelas batch 1 ini dan belajar bersama para jejeran timnas yang menjadi idola di Kampus Ibu Profesional.
Kelas yang diselenggaran di FB ini lumayan membuat saya harus kembali membuka FB yang dulunya tidak menjadi medsos prioritas. Bersyukur media ini memudahkan saya sbg tipe pembelajar visual lebih mudah mencerna, apalagi kuliahnya langsung melalui video siaran langsung dari Ibu. Maasya Allah..
Insya Allah resume dari materi akan saya bagikan ke blog ini, mau ijin dulu ke Tim Institut, semoga bisa yaa..
Titik poin dalam dongeng perdana semalam adalah Ibu Berhak Bahagia. Maka selanjutnya kami diminta untuk melacak kekuatan diri dengan menemukan aktivitas apa saja yang membahagiakan dalam berbagai peran saat ini.
Awalnya saya berpikir "Aha! Sm spt salah satu tgs di kelas matrikulasi nih". Maka saya pun langsung memasukkan aktivitas-aktivitasku ke dalam kuadran. Tp semakin berpikir, saya kemudian semakin bertanya². Apakah benar hal² ini membuatku bahagia ? Apakah iya, isinya masih sama persis dgn dulu di kelas matrikulasi ?
Masih bahagiakah sy bermain bersama anak2 ? Masih bahagiakah sy membaca buku ? dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Saya harus jujur pada diri sendiri dan menemukan jawaban bahwa ternyata saya tidak sebahagia dulu saat bermain bersama anak-anak. Saya sibuk menjalani hari-hari dengan rutinitas sbg ibu rumah tangga dan melupakan betapa bahagianya saya dahulu. Energi saya terkuras, saya lelah, sehingga tidak totalitas dan bersungguh-sungguh dalam bermain, sesuatu yang saya senangi dahulu.
Saya bingung, apakah saya harus menantang diri untuk menemukan kebahagiaan dalam bermain ataukah saya bisa fokus diperan lain yang membuat saya bahagia ?
Kemudian saya melihat kembali catatan dari dongeng bersama Ibu Septi semalam dan menemukan kalimat ini :
“Untuk melacak kekuatan diri : Lakukanlah! Jika berbinar, maka itulah bahagia. Tuliskan! Cicipilah satu per satu lalu masukkan ke kuadran Bisa-Suka.” (Septi Peni)
Lalu saya memutuskan untuk menantang diri fokus dalam bermain bersama anak-anak. Menemukan jawaban, “apakah bermain masih membuatku berbinar ?”

***
Untuk menjawab rasa penasaran saya, saya langsung mencoba bermain bersama si sulung. Saya mulai dengan menentukan permainan yang mudah, dari yang bahannya tersedia di rumah. Saya tidak ingin memberatkan diri dengan permainan yang sempurna. Saya terus menekankan dalam hati salah satu kalimat ini :
“Gunakan yang ada, tanpa mengada-ada, apalagi menunggu semuanya ada.” (Bang Ichal)
Maka saya pun memilih berlomba menyortir balok mainan sesuai warnanya. Kenapa berlomba ? karena saya ingin melibatkan diri sepenuhnya. Bukan sebagai penonton ataupun pengajar, tapi sebagai pemain.
Selanjutnya saya simpan gadget dengan aman, hanya menggunakannya sebagai timer untuk penentu bahwa lomba telah selesai. Selebihnya, tidak saya gunakan sama sekali. Tidak ada foto-foto dan tidak ada upload-upload. Kegiatan ini cukup kami nikmati bersama dan akan jadi memori yang indah dalam ingatan bukan hanya sekedar foto atau kepentingan sosial media.
Lupakan kamar nantinya akan berantakan, pekerjaan rumah yang belum selesai, dan segala kekhawatiran lainnya. Berusaha untuk menikmati momen tanpa kecemasan hehe
Dan hasilnya ?
Alhamdulillah, ternyata binar itu masih ada. Saya masih menemukan kebahagiaan dalam bermain bersama anakku. Meskipun ngos-ngosan sih karena kurang olahraga dan harus lari-lari berlomba melewati rintangan hihi.
Insya Allah akan mulai menulis aktivitas-aktivitas dalam peran lainnya besok dan mencoba mempraktekkan sebisanya untuk menemukan jawaban atas binar dalam aktivitas tersebut.
Semoga Allah mudahkan untuk konsisten belajar dan mempraktekkan ilmu dari Ibu, berharap ilmu yang teramalkan akan memberi kebaikan buat Ibu sekeluarga dan Kampus Ibu Profesional.


Kamis, 12 Des 2019

Rati Rahmawati

Ghaza Membaik

Alhamdulillah..
Sejak kemarin Ghaza sudah mulai bicara dengan normal seperti biasa dengan sedikit terbata diawal kalimat, tetapi hanya sekitar 4-5 kali dalam sehari.
Sungguh Allah memberi kemudahan bersama kesulitan dan banyak hikmah yang sy petik dari ujian kali ini.

Senin kemarin, sy sudah bulat akan membawa Ghaza ke Terapi Wicara. Namun ditenangkan oleh suami dan diminta untuk berusaha lagi sambil melihat perkembangan Ghaza beberapa hari. Bagaimana tidak, malam sebelumnya Ghaza mulai terlihat frustasi dengan cara bicaranya yg terbata-bata itu. Biasanya dia akan menutup mulutnya saat mulai terbata, tapi malam itu dia mulai menarik-narik mulut bahkan sampai menghentak-hentakan kakinya ke lantai. Sy tidak mampu menahan tangis melihatnya saat itu. Segera berlari ke kamar mandi dan menumpahkan semua ketakutan-ketakutan beberapa minggu ini. Paginya keluar bersama suami dan anak-anak dan menunjukkan tempat terapi wicara ke suami. Dalam perjalanan pulang, kami memutuskan untuk tidak singgah mendaftar, suami berhasil menenangkan dan menguatkan saya.

Beberapa hal yang kami lakukan :
1. Tidak memberi Ghaza gadget dan TV. Tapi Ghaza masih menonton TV sesekali di ruang tamu bersama datonya, tidak lama krn Ghaza tdk tahan panas dan lebih nyaman di kamar.
2. Ghaza juga mulai ditenangkan abahnya. Beliau memang paling ahli dibagian ini. Ghaza diminta untuk mengucapkan "Bismillah" ketika lupa atau tdk bisa mengeluarkan apa yg dia pikirkan. Alhamdulillah cara ini berhasil menenangkan Ghaza dan tdk sampai menarik mulut/menghentakkan kakinya lagi.
3. Fokus menemani Ghaza, menjadikannya prioritas utama kami saat ini. Dengan begini, sy pun berhenti melakukan kegiatan-kegiatan sambilan dan meminimalisir penggunaan gadget di siang hari.
4. Banyak bercerita dengan Ghaza, termasuk sounding bahwa Ghaza sudah pintar berbicara sejak kecil jadi Ghaza pasti bisa berbicara seperti dulu lagi.
5. Sering membacakan buku buat Ghaza.
6. Yang paling penting adalah berdoa lalu kembalikan semuanya pada Allah.

Sy jadi ingat salah satu pesan Ibu Septi, bahwa ujian tidak akan jauh dari apa yang kita pelajari. Maka kita yang fokus pada pendidikan anak dan keluarga,biasanya ujiannya seputar anak, pasangan dan keluarga. Tidak ada jalan lain selain menerima ujian ini dan berusaha untuk lulus naik kelas.

Alhamdulillah..
Bagian dari cara Allah menegur kami sbg orang tua.
Sy banyak bermuhasabah tentang pola asuh, cara mendidik, dan menghadapi Ghaza Ghaziyah sekaligus.

Berharap ujian ini segera berakhir dengan nilai yang baik disisi Allah, dan kami dinyatakan lulus untuk kemudian diangkat derajat dgn berlimpah keberkahan yg dipanen di surga-Nya. Aamiin




Palu, 23 Oktober 2019

Ghaza, Teman Umma!



Sudah seminggu ini ghaza mulai membuka setiap kalimatnya dgn terbata². Entah penyebabnya apa..

Sy dan suami berusaha saling menenangkan dan menarik beberapa dugaan. Apa mungkin krn kosakatanya semakin banyak sehingga dia bingung untuk mengungkapkan semua yg ada di pikiran nya ?

Krn hal serupa pernah dialami sepupunya, dan alhamdulillah sekarang normal² saja.

Sy pun menduga, apa mungkin krn gadget dan TV yg terlalu sulit sy kontrol pasca gempa ?

Tinggal di rumah Mama untuk sementara waktu dengan sepupu-sepupu Ghaza, jauh dari support system (buku, mainan, alat bahan craft) di rumah mertua tempat tinggal sebelumnya. Gadget dari suami dan kelahiran anak kedua yg butuh perhatian ekstra. Akhirnya, jd "alasan" untuk tidak mendisiplinkan Ghaza soal ini T.T
Setelah kembali ke rumah mertua, sy sudah mulai mengontrol ghaza bermain gadget. Bahkan 2 bulan belakangan ini sama sekali tanpa gadget, dengan alasan gadget tertinggal di rumah neneknya. Tapi TV yg ada di kamar menjadi target selanjutnya. Meski dibatasi, tp semenjak Ghaza mulai terbata-bata bicara, sy mulai menyembunyikan remote TV dan tegas terhadap batas waktu menonton Tv bagi Ghaza.

Setelah mencari tau di google, suami juga menduga hal ini disebabkan dr sisi psikologisnya (pergolakan emosional). Sy pun berpikir apa Ghaza cemburu dengan adiknya ? Meski diluar ghaza baik² sj dgn adiknya tetapi di dalam hatinya ada kecemburuan yg besar ?

Ada banyak dugaan dan kekhawatiran sy beberapa minggu ini karena belum tahu pasti penyebabnya.

Hingga hari ini, ghaza menangis..
Sy tertidur saat menyusui adiknya, dan suami pun tdr. Ghaza sedang menonton sesuai batas waktu yg kami sepakati. Tiba² sy terbangun krn ghaza memanggil dgn suara terisak klo dia ingin pipis.

Sy pun menemaninya ke kamar mandi sementara dia sdh tdk lg terisak. Pelan² sy bertanya alasannya menangis. Dengan pelan dia bilang,"tidak ada temannya ghaza." kemudian tangisnya pecah.

Ya Allah anakku 😭

Apa ini penyebabnya ?

Sy akui, adiknya yg sdh lincah merangkak dan mulai belajar berdiri ini benar² menguras energi. Apalg pasca jatuh dr tempat tidur. Perhatian lebih fokus lg ke adiknya.

Di rumah sini mmg berbeda dgn di rumah nenek dimana ghaza selalu punya teman bermain. Di sini hanya kami.. Jd wajar jika ghaza mengeluh tdk punya teman.
Apalg selama ini perhatian sy sepenuhnya buat ghaza. Menemaninya bermain, belajar sampai menonton pun bersama.
Setelah ada adiknya perhatian terbagi.

Ghaza nak..

Maafkan Umma..

Umma hrs bgmn nak 😭




Palu, 13 Oktober 2019

Pengingat I

Dalam keretakan yg kusadari.. ada hati yg basah dalam syukur dan ilmu yg memercik-mercik keluar perlahan..

Semakin dalam muhasabah, semakin larut diriku dalam tangis.. sy sadar, banyaknya kesalahan-kesalahan yg terjadi tanpa disengaja bahkan tanpa disadari krn lelahnya fisik akibat rutinitas harian, atau krn terlalu biasa dan sering terjadi.

Sy belajar bahwa senyaman-nyamannya sy, tetap harus mengontrol diri, membatasinya dr kebiasaan buruk atau inner child yg menghantui.

Semakin sy belajar kembali, semakin sadar bahwa sebenar apapun salahnya tetap di saya. Sesalah bagaimanapun, sebabnya pastilah dr sy..

Sy memohon ampun untuk kekhilafan ini dan bersyukur atas setiap celah yg Allah perlihatkan..