8/2/13
1.45am
Rabbi,
sebegitu sulitkah sakratul maut ? Apa ini yang disebut dengan sakratul maut ?
Hamba
tahu, akhir dari kami ditentukan oleh perbuatan-perbuatan kami selama ini. Tapi
apakah karena itu nenek seperti ini ?? Atau karena beban yang harus disampaikan
nenek namun belum juga sanggup disampaikan beliau ? Atau ini adalah bentuk
pelajaran yang Engkau berikan pada kami agar istiqomah dalam silaunya dunia.
Rabbi,
nenek orang baik kan ya Rabb..
Hamba
tahu, Engkau menyembunyikan aib para hamba-Mu, termasuk aibku yang begitu
banyak dan hina Rabb.
Tapi
yang saya tahu nenek adalah orang yang baik Rabbi..
Seseorang
yang memilih mengambil hidayah-Mu dan ‘melepas’ keluarganya (Nenekku seorang
mualaf, dan saya bangga atas itu). Seseorang yang rela hidup berkekurangan dan
memulai segalanya dengan seseorang yang diyakininya bisa membimbing ke arah-Mu
Rabbi. Seseorang yang begitu sabarnya mendampingi kakek yang dikenal begitu
keras. Seseorang yang dengan lembutnya selalu menolong orang-orang
disekitarnya. Seseorang yang begitu penyayangnya selalu membela anak-anak dan cucu-cucunya.
Beliau
adalah orang yang taat Rabbi, benarkan ? Nenekku orang yang baik..
Beliau
begitu taat kepada-Mu, ditengah sakit payahnya beliau, beliau masih juga resah
karena sholat yang mulai ditinggalkannya. Dengan segenap hatinya meminta salah
seorang anak beliau untuk mengajarkan cara tayamum dan sholat berbaring
(Nenekku seorang mualaf, dan saya bangga atas itu). Saat usia mulai mengikis
daya ingatnya, bahkan untuk waktu-waktu sholat, beliau akan meminta cucunya
untuk menuliskan kembali jadwal sholat. Nenekku orang yang taat kan Rabb ???
Tidak
hanya pada-Mu, nenek juga taat pada kakek, suaminya. Mungkin kisah mereka bukanlah
seromantis kisah cinta Bapak Habibie dan Bu Ainun, tapi saya tahu nenek adalah
orang yang setia. Begitu taat dan setia kepada suaminya. Entah berapa banyak
luka yang nenek alami untuk tetap berada disamping kakek. Entah berapa banyak
cerita yang dipendamnya sendiri. Saya tahu itu, karena ada beberapa cerita yang
sampai padaku meski tidak detil, tapi tergambar oleh air mata nenek saat
bercerita. Tapi bukan hanya itu saja, tidak ada yang bisa menjelaskan dalamnya
luka nenek saat ditinggalkan lebih dulu oleh kakek. Saat rindu, nenek akan
membelakangiku sambil terisak perlahan. Saat rindu, nenek akan tidur sambil
menatap buku yang bertuliskan tanggal kepergian kakek. Tak pernah sekalipun
nenek menceritakan tentang rindunya. Saya tahu dari cahaya senter yang
menyinari buku itu saat lampu tidur redup dinyalakan. Saya tahu dari bahu nenek
yang bergetar menahan isaknya.
Rabbi,
sungguh yang banyak dosa itu adalah saya. Sungguh yang banyak salah itu adalah
kami. Tolong Rabb, kasihanilah nenek Rabb. Jika memang beliau harus menghadap
kepada-Mu, mudahkanlah jalan beliau Rabbi, hentikan setiap derita yang sudah
dilalui nenek di dunia, berikan ketenangan dan keikhlasan pada nenek Rabb,
hapus setiap sesal yang ditanggungnya, sungguh beliau adalah orang yang baik,
lembut hatinya, sabar, dan selalu memilih untuk menanggung bebannya sendiri.
Entah
lebay atau terbawa suasana, tapi saya merasa senyum neneklah yang paling indah.
Bahkan ditengah sakit payah beliau saat ini. Setiap kali tersadar, nenek selalu
tersenyum dengan tulusnya pada siapapun dalam jangkauan pandangnya. Senyum yang
selalu kami nantikan karena kesadaran nenek yang semakin melemah ditengah
sakitnya. Senyum yang hangat ditengah siksa yang entah seperih apa yang tengah
dirasakannya. Aaaah, nenek yang cantik, tetap cantik meski di usia senja dan
sakitnya. Tidak hanya wajah, tapi hati beliau tentu saja.
Rabb,
hamba sadar, tak seorangpun yang akan luput dari dosa dalam kilau dunia yang sungguh
menyilaukan ini, untuk itu ampunilah nenek ya Rabbi. Ampuni nenek Rabb.
Tolonglah nenek dan mohon untuk terus menjaga kami. Hanya kepada Engkaulah kami
memohon ampunan dan meminta pertolongan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar