Minggu, 24 November 2013

Sesaat Sebelum Nenek Pergi



8/2/13
1.45am

Rabbi, sebegitu sulitkah sakratul maut ? Apa ini yang disebut dengan sakratul maut ?

Hamba tahu, akhir dari kami ditentukan oleh perbuatan-perbuatan kami selama ini. Tapi apakah karena itu nenek seperti ini ?? Atau karena beban yang harus disampaikan nenek namun belum juga sanggup disampaikan beliau ? Atau ini adalah bentuk pelajaran yang Engkau berikan pada kami agar istiqomah dalam silaunya dunia.

Rabbi, nenek orang baik kan ya Rabb..
Hamba tahu, Engkau menyembunyikan aib para hamba-Mu, termasuk aibku yang begitu banyak dan hina Rabb.
Tapi yang saya tahu nenek adalah orang yang baik Rabbi..

Seseorang yang memilih mengambil hidayah-Mu dan ‘melepas’ keluarganya (Nenekku seorang mualaf, dan saya bangga atas itu). Seseorang yang rela hidup berkekurangan dan memulai segalanya dengan seseorang yang diyakininya bisa membimbing ke arah-Mu Rabbi. Seseorang yang begitu sabarnya mendampingi kakek yang dikenal begitu keras. Seseorang yang dengan lembutnya selalu menolong orang-orang disekitarnya. Seseorang yang begitu penyayangnya selalu membela anak-anak dan cucu-cucunya.

Beliau adalah orang yang taat Rabbi, benarkan ? Nenekku orang yang baik..
Beliau begitu taat kepada-Mu, ditengah sakit payahnya beliau, beliau masih juga resah karena sholat yang mulai ditinggalkannya. Dengan segenap hatinya meminta salah seorang anak beliau untuk mengajarkan cara tayamum dan sholat berbaring (Nenekku seorang mualaf, dan saya bangga atas itu). Saat usia mulai mengikis daya ingatnya, bahkan untuk waktu-waktu sholat, beliau akan meminta cucunya untuk menuliskan kembali jadwal sholat. Nenekku orang yang taat kan Rabb ???

Tidak hanya pada-Mu, nenek juga taat pada kakek, suaminya. Mungkin kisah mereka bukanlah seromantis kisah cinta Bapak Habibie dan Bu Ainun, tapi saya tahu nenek adalah orang yang setia. Begitu taat dan setia kepada suaminya. Entah berapa banyak luka yang nenek alami untuk tetap berada disamping kakek. Entah berapa banyak cerita yang dipendamnya sendiri. Saya tahu itu, karena ada beberapa cerita yang sampai padaku meski tidak detil, tapi tergambar oleh air mata nenek saat bercerita. Tapi bukan hanya itu saja, tidak ada yang bisa menjelaskan dalamnya luka nenek saat ditinggalkan lebih dulu oleh kakek. Saat rindu, nenek akan membelakangiku sambil terisak perlahan. Saat rindu, nenek akan tidur sambil menatap buku yang bertuliskan tanggal kepergian kakek. Tak pernah sekalipun nenek menceritakan tentang rindunya. Saya tahu dari cahaya senter yang menyinari buku itu saat lampu tidur redup dinyalakan. Saya tahu dari bahu nenek yang bergetar menahan isaknya.

Rabbi, sungguh yang banyak dosa itu adalah saya. Sungguh yang banyak salah itu adalah kami. Tolong Rabb, kasihanilah nenek Rabb. Jika memang beliau harus menghadap kepada-Mu, mudahkanlah jalan beliau Rabbi, hentikan setiap derita yang sudah dilalui nenek di dunia, berikan ketenangan dan keikhlasan pada nenek Rabb, hapus setiap sesal yang ditanggungnya, sungguh beliau adalah orang yang baik, lembut hatinya, sabar, dan selalu memilih untuk menanggung bebannya sendiri.

Entah lebay atau terbawa suasana, tapi saya merasa senyum neneklah yang paling indah. Bahkan ditengah sakit payah beliau saat ini. Setiap kali tersadar, nenek selalu tersenyum dengan tulusnya pada siapapun dalam jangkauan pandangnya. Senyum yang selalu kami nantikan karena kesadaran nenek yang semakin melemah ditengah sakitnya. Senyum yang hangat ditengah siksa yang entah seperih apa yang tengah dirasakannya. Aaaah, nenek yang cantik, tetap cantik meski di usia senja dan sakitnya. Tidak hanya wajah, tapi hati beliau tentu saja.

Rabb, hamba sadar, tak seorangpun yang akan luput dari dosa dalam kilau dunia yang sungguh menyilaukan ini, untuk itu ampunilah nenek ya Rabbi. Ampuni nenek Rabb. Tolonglah nenek dan mohon untuk terus menjaga kami. Hanya kepada Engkaulah kami memohon ampunan dan meminta pertolongan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sesaat Sebelum Nenek Pergi



8/2/13
1.45am

Rabbi, sebegitu sulitkah sakratul maut ? Apa ini yang disebut dengan sakratul maut ?

Hamba tahu, akhir dari kami ditentukan oleh perbuatan-perbuatan kami selama ini. Tapi apakah karena itu nenek seperti ini ?? Atau karena beban yang harus disampaikan nenek namun belum juga sanggup disampaikan beliau ? Atau ini adalah bentuk pelajaran yang Engkau berikan pada kami agar istiqomah dalam silaunya dunia.

Rabbi, nenek orang baik kan ya Rabb..
Hamba tahu, Engkau menyembunyikan aib para hamba-Mu, termasuk aibku yang begitu banyak dan hina Rabb.
Tapi yang saya tahu nenek adalah orang yang baik Rabbi..

Seseorang yang memilih mengambil hidayah-Mu dan ‘melepas’ keluarganya (Nenekku seorang mualaf, dan saya bangga atas itu). Seseorang yang rela hidup berkekurangan dan memulai segalanya dengan seseorang yang diyakininya bisa membimbing ke arah-Mu Rabbi. Seseorang yang begitu sabarnya mendampingi kakek yang dikenal begitu keras. Seseorang yang dengan lembutnya selalu menolong orang-orang disekitarnya. Seseorang yang begitu penyayangnya selalu membela anak-anak dan cucu-cucunya.

Beliau adalah orang yang taat Rabbi, benarkan ? Nenekku orang yang baik..
Beliau begitu taat kepada-Mu, ditengah sakit payahnya beliau, beliau masih juga resah karena sholat yang mulai ditinggalkannya. Dengan segenap hatinya meminta salah seorang anak beliau untuk mengajarkan cara tayamum dan sholat berbaring (Nenekku seorang mualaf, dan saya bangga atas itu). Saat usia mulai mengikis daya ingatnya, bahkan untuk waktu-waktu sholat, beliau akan meminta cucunya untuk menuliskan kembali jadwal sholat. Nenekku orang yang taat kan Rabb ???

Tidak hanya pada-Mu, nenek juga taat pada kakek, suaminya. Mungkin kisah mereka bukanlah seromantis kisah cinta Bapak Habibie dan Bu Ainun, tapi saya tahu nenek adalah orang yang setia. Begitu taat dan setia kepada suaminya. Entah berapa banyak luka yang nenek alami untuk tetap berada disamping kakek. Entah berapa banyak cerita yang dipendamnya sendiri. Saya tahu itu, karena ada beberapa cerita yang sampai padaku meski tidak detil, tapi tergambar oleh air mata nenek saat bercerita. Tapi bukan hanya itu saja, tidak ada yang bisa menjelaskan dalamnya luka nenek saat ditinggalkan lebih dulu oleh kakek. Saat rindu, nenek akan membelakangiku sambil terisak perlahan. Saat rindu, nenek akan tidur sambil menatap buku yang bertuliskan tanggal kepergian kakek. Tak pernah sekalipun nenek menceritakan tentang rindunya. Saya tahu dari cahaya senter yang menyinari buku itu saat lampu tidur redup dinyalakan. Saya tahu dari bahu nenek yang bergetar menahan isaknya.

Rabbi, sungguh yang banyak dosa itu adalah saya. Sungguh yang banyak salah itu adalah kami. Tolong Rabb, kasihanilah nenek Rabb. Jika memang beliau harus menghadap kepada-Mu, mudahkanlah jalan beliau Rabbi, hentikan setiap derita yang sudah dilalui nenek di dunia, berikan ketenangan dan keikhlasan pada nenek Rabb, hapus setiap sesal yang ditanggungnya, sungguh beliau adalah orang yang baik, lembut hatinya, sabar, dan selalu memilih untuk menanggung bebannya sendiri.

Entah lebay atau terbawa suasana, tapi saya merasa senyum neneklah yang paling indah. Bahkan ditengah sakit payah beliau saat ini. Setiap kali tersadar, nenek selalu tersenyum dengan tulusnya pada siapapun dalam jangkauan pandangnya. Senyum yang selalu kami nantikan karena kesadaran nenek yang semakin melemah ditengah sakitnya. Senyum yang hangat ditengah siksa yang entah seperih apa yang tengah dirasakannya. Aaaah, nenek yang cantik, tetap cantik meski di usia senja dan sakitnya. Tidak hanya wajah, tapi hati beliau tentu saja.

Rabb, hamba sadar, tak seorangpun yang akan luput dari dosa dalam kilau dunia yang sungguh menyilaukan ini, untuk itu ampunilah nenek ya Rabbi. Ampuni nenek Rabb. Tolonglah nenek dan mohon untuk terus menjaga kami. Hanya kepada Engkaulah kami memohon ampunan dan meminta pertolongan.

0 komentar:

Posting Komentar