Pasca Lahiran Anak ke 3

 

Jika ditanya satu momen yang benar-benar akan saya hindari dan tidak ingin kembali pada hari itu adalah hari-hari pasca lahiran anak ke 3. Subhanallah, rasanya hari demi hari sangat mencekam. Bukan semata-mata karena keadaannya, tapi karena pikiran-pikiran dalam kepalaku. Bahkan pada satu malam, saya sempat berpikir bahwa mati saat itu lebih baik. Alhamdulillah masih ada pikiran bahwa bunuh diri itu dosa yang besar. Dan ada banyak akibat-akibat setelahnya yang terus berputar-putar dalam kepalaku. Bagaimana dengan anak-anakku nantinya? Siapa yang akan merawat mereka? Apa saya justru akan semakin merepotkan orang tuaku? Dan berbagai kekhawatiran lainnya yang justru membuat pikiran ingin mati itu teralihkan.

Hmm, apa itu yang disebut baby blues ? Di masa-masa itu saya merasa sangat tidak berharga, kelelahan fisik dan mental, juga ekspektasi-ekspektasi yang tidak bertemu di kenyataan. Pandangan orang-orang rumah padaku saat itu juga cukup berbeda setelah proses kelahiran anak pertama dan kedua. Mamaku misalnya, merasa ini sudah anak ketiga dan mempercayakan saya mengurus semuanya sendiri. Jadi saya tidak lagi dimanja sebagai anak yang dibantu mengurus bayi, dimasakkan makanan kesukaan, bahkan sampai dibantu mandi. Suamipun mungkin berpikir demikian ya, jadi beliau masuk kantor bahkan turun lapangan keluar kota seperti biasa. Apalagi kunjungan orang-orang yang membesuk juga sangat berbeda saat anak pertama dan kedua.

Tinggallah saya yang merasa kesepian dan seorang diri. Dengan kesakitan pasca lahiran, harus mengurus diri sendiri, bayi yang baru lahir juga 2 anak sekaligus. Sepi, merasa tidak berharga, sendirian, tidak dipedulikan dan disayangi lagi.

Alhamdulillah di masa-masa itu tentu ada kemudahan yang Allah berikan. Ada sahabat-sahabatku yang datang dengan segala hadiah yang bahkan tidak saya bayangkan bisa miliki sebelumnya. Saya bisa terharu sendiri saat seorang teman datang membawakan cemilan manis yang saya idamkan. Atau tiba-tiba ada kurir yang datang membawa dessert box dari temanku. Saya terharu karena itu adalah bagian dari rencana-rencanaku sebelumnya. Saya bahkan sudah mempersiapkan dana khusus buat ngemil dan memanjakan diri di masa nifas sebagai awal-awal menyusui yang selalu merasa lapar dan butuh yang manis. Qodarullah karena suatu hal, dana tersebut harus dialihkan ke hal lain. Alhamdulillah justru datangnya dari teman-teman yang sama sekali tidak pernah saya minta.

Sampai suatu hari, saya menggigil kedingingan dengan tubuh yang bergetar tak karuan. Saat itu suami meminta saya berjemur keluar rumah berharap dengan hangatnya matahari bisa membuat rasa dingin itu sirna. Saat itu ada tetangga yang melihat kondisiku dan segera memberi tahu mamaku bahwa itu gejalan "bantahan" dan harus segera diselamatkan. Sejak saat itu, mamaku mulai perhatian kembali dan suami juga batal ke kantor.

Saya selalu percaya bahwa Allah selalu tepat waktu-Nya. Dan itu adalah waktu yang tepat untuk saya, meskipun dengan masa-masa menyeramkan yang harus saya lalui. Sedih sekali karena tidak bisa sholat dan berdoa langsung di masa nifas itu. Maka saya habiskan waktu dengan dzikir dan mendengarkan ceramah-ceramah Ustad Oemar Mita saat itu lewat Youtube. Berkali-kali saya menangis sendiri baik saat siang terlebih malam. Kalau mengingat momen itu, saya masih merasa takut. Bahkan takut untuk hamil lagi, karena takut akan melewati masa nifas yang menyeramkan.

Kata guruku, wajar saya punya pikiran-pikiran tersebut. Bahkan Maryam pun sempat berpikiran untuk mati saat itu. Karena memang pasca lahiran itu berat. Bawaan hormon yang belum stabil, belum lagi keadaan-keadaan yang qodarullah tidak support untuk pulih. Saya tersedu-sedu membaca chat beliau yang menjelaskan ini, karena merasa akhirnya ada yang bisa mengerti keadaanku.

Rabb, mungkin ini luka terbesarku saat ini yang masih ada air mata saat mengingatnya. Tolong sembuhkan duhai Rabbi..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Canvas Passion to Project Passion

Luka, kala itu..

2. Mentoship : Tujuan & Mengukur Kemampuan | Kupu-kupu