Obrolan Kecil
Jika mengingat-ingat masa lalu yang pahit, kadang tanpa sadar membandingkan diri dengan kehidupan masa kecil dulu dengan anak-anak ataupun ponakan-ponakan disini. Dimana dulu saya dan kakak-kakakku kesulitan untuk mendapatkan hal-hal yang kami inginkan. Apalagi untuk sekolah, luar biasa sulitnya merantau sejak masa SMP setahun dan lanjut SMA sampai kuliah. Belajar mengelola uang bulanan, harus tinggal dari rumah keluarga satu ke rumah keluarga lainnya dan berbagai kesulitan lainnya.
Jadi kadang suka lucu kalau lihat kemudahan-kemudahan yang diberikan ke anak-anak dan ponakan, tapi mereka menerimanya tidak seperti kami dulu. Tinggal akai apa yang ada, bahkan yang sudah dimudahkan lagi masih malas untuk dikerjakan meski itu hanya untuk diri sendiri. Ooohhh, mau suka ngomel tapi kok berat juga yaa.
Jalan ninjaku adalah curhat ke suami dan ternyata saya cukup terkejut dan kagum dengan respon beliau saat itu. "Bagi umma, itu kenangan baik atau buruk?", tentu saja bukan kenangan baik kataku. "Apa umma juga mau dikenang sebagai kenangan buruk?" lanjut beliau.
Jlebb gakk tuuuhhhhh...
Jlebbb..
Jadi, kita tidak ahrus seperti mereka yaa ternyata. Kita tidak harus memberikan kenangan pahit yang sama untuk anak-anak dan ponakan kita. Tapi tetap saja ada yang salah menurutku, entahlah. Menurutmu bagaimana?
Pikirku, iyayaa. Akhirnya sekarang tidak juga ada perasaan harus balas budi, terikat dengan kebaikan orang lain, dan sebagainya. Meskipun rasa syukur dan sayang tentu ada. Tapi bukan berarti itu yang kita harapkan. Klo kata suami minimal mereka mendoakan kita deh. Maasya Allah.. Semoga semuanya dibalas limpahan kebaikan buat dunia dan akhirat yaa..
Lewat obrolan kali ini, saya jadi belajar bahwa kita tidak bisa melihat semua hal. Ada ha-hal yang ternyata bisa terlihat dari posisi dan sudut pandang orang lain, dan tidak dengan posisi kita saat ini. Bagi saya yang mengalami semua kepahitan itu akan melihatnya sebagai proses belajar dan ada keinginan untuk mengajarkan hal yang sama. Bagi suami yang di posisi berbeda, melihat dari sudut pandang lain. Bahwa untuk mengajarkan sesuatu tidak perlu dengan melakukan hal yang sama.
Aaahh yaa, saya jadi teringat kalimat "Didiklah anak sesuai zamannya.", yang sering dicatutkan pada Umar bin Khattab ataupun Ali bin Abi Thalib. Hmm, tadinya mau angkat kalimat ini karena rasanya sesuai dengan cerita diatas. Ternyata setelah mencari tahu sumbernya, itu bukanlah perkataan dari dua sahabat tersebut. Melainkan perkataan orang Yunani.
Informasi ini saya dapatkan dari Facebook Ustad Mohammad Fauzil Adhim yang kemudian menulis : Mendidik anak harus tetap merujuk pada parameter yang jelas dan tidak pernah berubah, yakni agama ini.
Maasya Allah, maka sebaik-baik diskusi dan hikmah yang didapatkan, tetap saja untuk mendidik anak-anak harus merujuk pada aturan agama. Luar biasa yaa Islam, yang mengatur semuanya. Allahu Akbar!
Komentar
Posting Komentar