Mengenal Diri, jangan lupa membuat batasan..
Merupakan suatu ujian yang belum terselesaikan ketika dianugerahkan orang terdekat yang justru memberikan bahasa cinta yang sebaliknya. Kadang ada bertanya-tanya kapan ujian ini selesai, tapi layaknya ujian, tentu saja selesainya ketika sudah berhasil memberikan jawaban yang benar. Kalau jawabannya masih salah? Responnya tidak dewasa dan bijak? Bisa jadi akan terus mengulang ujian itu. Begitu kah?
Namun, dibalik ujian-ujian tentu ada banyak hal yang massih bisa disyukuri alhamdulillah.
Ada masanya ingin memberontak dan menuntut hak ini itu. Qodarullah, semakin tenggelam dalam muhasabah, justru keinginan itu semakin melemah. Hanya dengan satu pertanyaan, sudahkah kau melakukan kewajibanmu dengan baik?
Semakin mengenal diri sendiri, alhamdulillah saya semakin berani menerima perasaan sepaket dengan cara meluapkannya. Saat marah, saya berani menunjukkan sikap bahwa saya sedang marah. Tidak lagi memilih diam, lalu berpura-pura semuanya baik-baik saja. Tidak! Karena emosiku valid, ini benar bahwa saya sedang marah. Maka orang yang membuatku marah harus tahu bahwa saya tidak terima, saya marah.
"Semua emosi bisa diterima, tapi tidak semua perbuatan bisa diterima."
Saya berpegang pada rumus yang diberikan guruku. Perbuatan yang tidak bisa diterima adalah hal-hal yang melanggar syariat, melukai diri sendiri dan orang lain, merusak barang dan hal-hal berbahaya lainnya.
Saat ini saya bisa memberi ruang pada diriku untuk merasakan emosi marah itu, bahkan jika ia membutuhkan waktu berhari-hari untuk mengelolanya. Marah berhari-hari, tidak mengapa dengan tetap membuat syariat sebagai batasannya.
Semakin mengenal diri sendiri, alhamdulillah saya semakin dalam berdialog dengan diri sendiri dan tidak malu untuk mengakui hal-hal yang mungkin bagi diriku yang dulu adalah memalukan. Saya sadar bahwa menjadi baik itu butuh ikhtiar, dan saya tidak selalu jadi orang baik. Kadang ada hal-hal egois yang jika diungkapkan, rasanya saya tidak jadi orang bijak, pilihan tersebut bukanlah pilihan orang yang baik. Tapi saya menerima itu.
Tidak apa-apa jika punya pikiran egois dan memalukan. Tidak apa-apa membuat pilihan berbeda dari orang kebanyakan. Tidak apa-apa mempertahankan apa yang kau yakini. Sungguh, tidak-apa-apa.
Agar saya bisa yakin dengan kalimat "Tidak apa-apa" yang selalu saya ucapkan pada diri sendiri, saya harus membuat batasan dengan kalimat ini. Lantas apa yang menjadi "apa-apa"? Batasannya lagi-lagi sama seperti sebelumnya, yang utama adalah syariat. Jika pilihanmu tidak melanggar syariat, maka tidak apa-apa!
Kau tidak harus selalu jadi pemeran protagonis. Kau tidak harus selalu jadi baik yang bahkan baik ini masih relatif. Belum tentu semua orang menganggap pilhanmu baik. Lagipula kau tidak akan bisa menyenangkan semua orang, ya kan?
Maka, berpihaklah pada dirimu sendiri. Karena dia adalah teman terbaik yang tidak akan pernah meninggalkanmu setidak keren apapun dirimu. Bagaimana denganmu? Maukah kau menerima dirimu apa adanya?
Komentar
Posting Komentar